Bandarlampung, Lampungnews.com – Hakim senior Wahyu Widya Nurfitri ditangkap KPK karena menerima menerima aliran uang Rp 30 juta lewat panitera pengganti, Tuti. Setelah ditangkap KPK, Widya tak bisa lagi berkaraoke di jam kerja.
Rekam jejak Widya diketahui dalam berkas perkara putusan nomor 396/Pid/2016/Gn.Sgh. Kala itu, Wahyu yang sedang menjabat Ketua PN Gunung Sugih memidanakan anak buahnya, Jamilah. Pangkalnya, Jamilah menuduh Wahyu kerap selingkuh dan gonta-ganti pasangan pada Januari 2016 lalu.
“Wahyu Widya Nurfitri sering keluar jam kantor untuk keperluan pribadi,” kata Jamilah.Jamilah mengaku mengetahui hal itu karena selalu untuk diajak. Hubungan keduanya sangat dekat.
“Bahwa contoh ketidakdisiplinan yang dilakukan Wahyu Widya Nurfitri berupa berita di surat kabar saat Wahyu berada di tempat karaoke pada saat jam kerja. Hal itu dilakukan bukan kepentingan dinas,” ujar Jamilah.
Dalam kesaksiannya, Jamilah mengaku kerap menemani bosnya karaoke di Metro, Lampung.
Di kasus itu, Jamilah dihukum kolega Wahyu Widya dengan percobaan. Jamilah dinilai mencemarkan nama baik Wahyu Widya karena disebut tukang selingkuh.
Dikutip dari detikcom, aplikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Selasa (13/3/2018), Wahyu melaporkan hartanya sebanyak 2 kali, yaitu pada 31 Juli 2001 dan 19 Desember 2016.
Pada laporan pertama, harta milik Wahyu berjumlah Rp 171.200.000 dan USD 3.000. Kemudian, pada pelaporan berikutnya di 2016, harta Wahyu mencapai Rp 2.728.175.900 dan USD 3.000.
Pertambahan harta Wahyu terjadi pada tanah dan bangunan. Berdasarkan LHKPN tersebut pada 2001, Wahyu tidak memiliki tanah dan bangunan, namun pada 2016, Wahyu punya 8 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Batam dan Semarang.
Total nilai aset tanah dan bangunan yang dimiliki Wahyu ialah Rp 1.339.456.000. Kemudian, ia juga melaporkan 4 mobil yang dimilikinya senilai Rp 382 juta.
Seperti diketahui, KPK menetapkan hakim dan panitera pengganti Pengadilan Negeri Tangerang, Wahyu Widya Nurfitri dan Tuti Atika, sebagai tersangka. Keduanya disebut menerima suap terkait gugatan perdata wanprestasi.
Widya dan Tuti diduga menerima suap dari pengacara AGS (Agus Wiratno) dan HMS (HM Saipudin). KPK menyebut commitment fee terkait pengurusan itu adalah Rp 30 juta.
“Diduga AGS memberikan hadiah atau janji kepada WWN selaku ketua majelis hakim dan TA selaku panitera pengganti terkait gugatan perdata perkara wanprestasi dengan pihak tergugat Hj M cs dengan permohonan agar ahli waris mau menandatangani akta jual-beli melalui pemberian pinjaman utang sebelumnya,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (13/3)
Atas perbuatannya, Wahyu dan Tuti dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Agus dan Saipudin disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)