Pringsewu, Lampungnews.com – Keberadaan tujuh pasar tradisional di Kabupaten Pringsewu belum mampu mendongkrak capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pasar.
Selain hanya mengandalkan retribusi dari sampah dan kebersihan, pemanfaatan sumber pajak lainnya justru tak tergarap dengan maksimal. Di Pasar Induk Pringsewu misalnya. Pendapatan yang dihasilkan dari sewa bangunan kios maupun pertokoan di pasar ini hanya bisa dimanfaatkan sebesar Rp5 ribu permeter saja tiap bulannya.
“Sewa hak bangunan selama satu tahun. Pembaruan sewa tahun ini pada bulan Juni mendatang,” kata Kepala Bidang Perdagangan di Dinas Koperasi, UMKM, Perdagangan, dan Perindustrian Pringsewu Mohamad Nurdin di ruang kerjanya, kemarin.
Padahal, potensi pajak dari sewa kios maupun pertokoan bisa dimanfaatkan lebih maksimal menyumbang tambahan PAD. Terlebih, pasar yang notabene pasar tradisioanal terbesar milik pemerintah daerah ini memiliki jumlah bangunan kios 562 buah dan 33 hamparan.
Selama ini, kata Nurdin, ada empat sumber retribusi yang dimanfaatkan sebagai penyumbang PAD dari sektor pasar. Yaitu retribusi pelayanan sampah, retribusi kebersihan, retribusi pelataran, los, dan kios, dan retribusi pasar grosir/pertokoan. “Retribusi yang dihasilkan dari Pasar Induk Pringsewu pada Januari lalu sebesar Rp62.6 juta. Dan di bulan Februari sebesar Rp48.5 juta,” kata Nurdin.
Menurutnya, Pasar Induk Pringsewu selama ini masih menjadi penyumbang PAD paling besar diantara pasar tradisioanal lainnya. Seperti Pasar Gadingrejo, Pasar Sukoharjo, Pasar Adiluwih, Pasar Banyumas, Pasar Pagelaran, dan Pasar Pardasuka.
Meski demikian, lanjutnya, pemanfaatan potensi pajak dari ketujuh pasar tersebut akan terus dioptimalkan untuk bisa memaksimalkan perolehan PAD dari sektor pasar. “Target PAD dari sektor pasar tahun ini sebesar Rp1.5 miliar, naik dibanding target tahun lalu sebesar Rp1.2 miliar. (Anton Nugroz)