Bandarlampung, Lampungnews.com – Sekilas tak ada yang berbeda dengan belasan perajin saat membubuhkan lilin panas pada secarik kain katun putih itu. Semua tampak tekun dan serius nyorek atau memola batik bermotif Lampung itu.
Namun, saat beristirahat 3 orang perajin yang berada di ujung ruangan bernuansa kayu itu nampak menonjol. Mereka saling bercakap-cakap, berdebat, dan sesekali tertawa, dengan menggerak-gerakan tangan membentuk pola-pola unik. Ya, mereka perajin difabel yang mengobrol dengan bahasa isyarat.
Keterbatasan ternyata tak selalu dianggap sebagai alasan untuk tidak berkreasi mengembangkan potensi diri.
Diar, salah satu perajin batik difabel ini tetap asyik menyanting meski menjadi satu-satunya laki-laki di sana, tangannya tak kalah luwes dengan perajin batik tulis lainnya.
Dari tangan-tangan ‘ajaib’ perajin difabel ini lembaran-lembaran kain batik bermotif Lampung lahir di Roemah Batik Siger Lampung.
Ide mengajak ibu rumah tangga dan kaum difabel untuk menumpahkan kreasi dalam batik tulis tercetus dari Laila Al Husna atau kerap disapa Mama Una.
Cita-citanya ingin menduniakan batik Lampung ini berbuah manis. Sejak tahun 2008 lalu, ia mulai bergerak merekrut sejumlah ibu rumah tangga dan penyandang difabel untuk mengikuti pelatihan hingga tiga bulan lamanya.
Mama Una memiliki 15 pekerja aktif di workshop-nya setiap hari. Sejak pukul tujuh pagi, para perajin mulai berkutat dengan pekerjaannya. Mulai dari menggambar pola, menyorek batik, merebus, dan menjemur batik Lampung.
Kini, batik tulis dari Roemah Batik Siger mulai mendunia. Motif siger, jung agung/kapal, tapis, kopi, musang, dan gajah sudah dipasarkan di negara lain. Seperti, Eropa, Turki, Iran, dan negara di benua Asia. (El Shinta)