Bandarlampung, Lampungnews.com – Dibatalkannya APBD 2017 Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung lantaran penyusunan APBD dinilai terlalu tinggi.
Klarifikasi mengenai pembatalan APBD 2017 Pemkot Bandarlampung itu disampaikan Asisten Bidang Administrasi Umum Pemrov Lampung Lampung Hamartoni Alhadist dalam diskusi publik yang ditaja Lembaga Studi Advokasi dan Kebijakan (LSAKA) di Kafe Dawiells, Selasa (7/2/2017).
Dalam diskusi bertema “Ada Apa dengan APBD Kota Bandarlampung” tersebut, Hamartoni menyebutkan, pemprov melihat saat evaluasi penyusunan APBD Pemkot Bandarlampung itu dianggap terlalu tinggi.
“Berdasarkan UU Gubernur memiliki Tugas melakukan evaluasi anggaran dan wewenangnya melakukan pembatalan APBD. Pada dasarnya pemrov memiliki evaluasi bersama biro Keuangan biro hukum, dispenda dan diambil kesimpulan untuk raperda kota bandarlampung bertentangan dengan RPJMD,” jelas Hamartoni.
Hamartoni juga membantah pembatalan itu terkait masalah pribadi ataupun politik seperti ramai wacana berkembang di masyarakat.
Menurutnya, pembatalan sebagian APBD tersebut mengacu pada UU No. 23 tahun 2014, dimana terdapat istilah pembatalaan sebagian ataupun pembatalan sepenuhnya. Sehingga, sebagian dari APBD Pemkot Bandarlampung dibatalkan karena melarang adanya penganggaran pada kegiatan-kegiatan tertentu dengan mengacu pada PP 58 pasal 17.
Di sisi lain, Ketua Komisi IV DPRD Bandarlampung, Handrie Kurniawan mengatakan, proses tahapan penyusunan APBD memiliki waktu yang panjang mulai dari KUPPAS, RPJMD bersama Badan Anggaran DPRD Bandarlampung hingga di Paripurnakan pada 4 November 2016 lalu.
“Setelah itu kami serahkan kepada pemrov untuk tahapan evaluasi tanggal 7 November dan diterima tanggal 9 November,” katanya.
Hendrie menjelaskan, berdasarkan UU No.23 tahun 2014, setelah pemkot memberikan jabaran ke pemrov, maka pemrov memiliki waktu maksimal 15 hari kerja untuk mengevaluasi hasil APBD itu. “Namun baru pada tanggal 22 November 2016 pemrov memanggil untuk duduk bersama TAPD,” katanya.
Handrie menambahkan, karena pemkot tidak menerima hasil evaluasi hingga batas 15 hari kerja itu, seharusnya pemkot bisa langsung menetapkan APBD itu menjadi perda. Handrie menyebutkan, hal itu sudah sesuai dengan undang-undang.
“Namun kami tidak melakukan itu. Dan akhirnya baru kami terima hasil evaluasi akhir Desember dan disahkan APBD itu. Tetapi, ternyata awal januari terjadi pembatalan sebagian APBD,” katanya. (Davit)